Sumenep

Review RTRW 2013-2033 Berupa Kawasan Lindung Karst, Cacat Hukum

Website | + posts

Administrator maduratoday.com

Sumenep, (Madura Today) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura berencana akan melakukan review Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2013-2033. Namun hal ini menuai pro kontra dari berbagai kalangan, karena dianggap Pemkab terlalu tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan.

Contoh, terdapat di Peraturan daerah (Perda) Sumenep Nomer 12 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2013-2033, pada pasal 33 tentang kawasan lindung geologi, bersebrangan dengan pasal 40 tentang kawasan peruntukan pertambangan, artinya bisa dapat dinilai bahwa ini sudah cacat hukum.

Pada pasal 33 ayat 1 disebutkan kawasan lindung geologi meliputi, kawasan cagar alam geologi dan kawasan imbuhan air tanah. Pada ayat 2 kawasan cagar alam geologi, berupa kawasan lindung karst, meliputi 3 zona :

Zona karst kelas 1, di daerah bukit terletak di Kecamatan Batuputih, di deretan perbukitan terletak di Kecamatan Ganding dan Kecamatan Guluk-guluk. Zona karst kelas 2 meliputi : Desa Pragaan Laok terletak di Kecamatan Pragaan, Pulau Poteran terletak di bagian barat Kecamatan Talango dan daerah pantai utara terletak di Kecamatan Batu putih. Zona karst kelas 3 meliputi, Kecamatan Pragaan, Kecamatan Bluto, Kecamatan Guluk-guluk, Kecamatan Lenteng, Kecamatan Ambunten dan Kecamatan Dasuk.

Pada arahan pengelolaan kawasan karst lindung dalam aturan disebutkan, tidak diizinkan untuk alih fungsi lahan serta mutlak tidak boleh dieksploitasi, percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya bisa berfungsi kembali dan peningkatan pengawasan pengendalian untuk menjaga agar fungsi kawasan karst lindung tidak berubah.

Kemudian dalam aturan itu disebutkan juga, tentang arahan pengelolaan kawasan imbuhan air tanah yakni, pemertahanan kemampuan imbuhan air tanah, pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian atau kegiatan lain dalam radius 200 meter dari lokasi pemunculan mata air dan pembatasan penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.

Sementara pada pasal 40 disebutkan tentang Kawasan Peruntukan Pertambangan meliputi Pertambangan mineral berupa pertambangan non logam dan batuan, yakni pertambangan fosfat yang direncanakan terletak di Kecamatan Batu Putih, Ganding, Manding, Lenteng, Guluk-guluk, Gapura, Bluto, dan Kecamatan Arjasa.

Dalam review RTRW 2013-2033 yang ajukan oleh pihak Bappeda Sumenep saat ini, ditambah 9 kecamatan lagi.

Padahal pemerintah Indonesia juga secara tegas, mengatur bentang alam karst, termasuk kawasan lindung nasional karena dalam kawasan itu memiliki keunikan bentang alam. Hal ini berdasarkan pada Pasal 52, 53, dan 60 PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Menanggapi hal tersebut, praktisi Hukum sekaligus Dosen di salah satu perguruan tinggi di Malang, Naghfir menyampaikan, ketika sudah diketahui ada kawasan yang dilarang secara Undang-undang dari subtansi RTRW 2013-2033 yang direncanakan oleh Bappeda Sumenep, maka seharusnya pemerintah daerah tidak boleh menabrak aturan tersebut.

“Pemerintah juga harus melihat jika sudah termasuk kawasan lindung jangan ditabrak lagi, walaupun dalam tinjauannya di titik tersebut, terdapat kandungan fosfat, ini menurut saya sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan, mengacu pada UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” terangnya, Rabu (27/1/2021).

Persoalannya nanti, kata pria asli kelahiran Desa Campaka, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep ini, kalau itu tetap dilakukan, pasti akan ada gejolak terutama dari praktisi-praktisi hukum, walaupun ada yang dirugikan nanti di lapangan, baik itu secara demonstrasi ataupun yang lainnya.

“Yang jelas bagi pelaksana pertambangan jika sudah melanggar aturan yang tertera, nanti itu bisa jadi dikenakan sanksi pidana, yakni pidana korporasi dan sanksi administrasi, yakni perusahaannya itu bisa dibekukan,” tegasnya.

Menurut pria yang saat ini menjadi salah satu Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Sumenep, seharusnya pemerintah tidak tergesa-gesa berkaitan dengan review RTRW 2013-2033 ini, harus dipikirkan sekaligus ditinjau kembali secara matang tentang dampak lingkungan jangka panjang.

“Persoalannya nanti, jangan sampai terkesan ada perselingkuhan antara legislatif dan pemerintah terkait kebijakan tersebut, karena ini bagaimanapun semata – mata hanya kepentingan untuk rakyat,” tandasnya.

Maka dari itu, pihaknya berharap dengan adanya kebijakan pemerintah untuk melegalkan beberapa pertambangan yang termasuk kekayaan alam khususnya di wilayah kabupaten berlambang Kuda Terbang ini, agar susuai dengan aturan yang ada sehingga tidak mencemarkan terhadap lingkungan.

“Ini sebuah gebrakan baru, agar melegalkan pertambangan fosfat ini, yang harus sesuai dengan amanat Undang – undang Dasar 1945, tentang Bumi air dan seisinya adalah hak untuk kemaslahatan umat dan rakyat,” pungkasnya.

Penulis : Redaksi | Editor : Dewi Kayisna

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button